Percayalah diamku ini suatu alibi menyembunyikan keresahan, kepenatan batin, klise kebohongan dibalik ketenangan.

Betapa perih batin ini, seperti teriris belati yang tumpul, menyiksa perlahan.

Berteriak, meneriaki percuma tak akan pernah akan lagi didengar saat kau berkata tak peduli lagi, alangkah hancurnya aku saat yang dikata keluar dari hati, memohon meminta terus bersujud atas kesusahan hati, berharap ada penyembuh.

Ntah bagaimana aku menjadi manusia yang keras, terus berjuang aku kurang mengerti mengapa hati jua tak menyerah!
Aku lelah aku lelah setiap hentaknya otak bekerja lebih keras, aku cepat lelah, aku cepat lelah dibuatnya.

Aku tak tau kenapa terus mencari jawaban atas tanya yang hadir, aku tau semakin sering aku bertanya, akan semakin muncul alasan yang lain, semakin sering aku tanya MENGAPA akan selalu ada KARENA yang lainnya...karena aku bukan harapan, kau sudah memilih menjauh melangkah menghindari, aku suram.
Aku sungguh tiada artinya, tiada makna, aku mata yang tak melihat, aku telinga yang tak mendengar, aku kaki yang tak berjalan.

Aku terlalu dalam menyelam hingga akhirnya aku kehabisan nafas untuk muncul ke permukaan kembali.

Tau gak si yen, betapa jatuhnya aku sama kamu yen, aku terpikat yen aku sayang banget, aku tau mungkin aku bukan orang kamu hendaki datang, tapi adakah rasamu sekarang sama yang aku rasakan, sepertinya setiap porsinya perasaanmu sudah tak lagi sama.

Aku sangat sangat rindu, aku rindu, aku rindu yen, ntah salahkah aku menyapa? salahkah aku bertemu? aku ingin pamitan yen, buatlah aku tenang, salahkah juga kalau perasaan ini terus memujamu yen, bertahan melawan keadaan.

Aku mengagumi bengismu, mengagumi tegasmu, yang kutakutkan terjadi dimana aku tak bisa memerangi bengismu yang perkasa itu, tak bisa dilawan, sekali tidak iya akan mengatakan tidak karena kau begitu, semuanya tentangmu aku coba pahami yen, kau begitu lugas aku rindu, aku takluk yeeen, aku rindu semua tentang kamu yen. rindu ini tak berujung temu, aku pilu aku pilu.

Post a Comment