Kadang aku paling banyak menulis, kadang aku paling banyak kata katanya untuk menjelaskan, aku paling banyak mengingat tentangmu tentang kerbersamaan yang pernah terukir, begitu berkesan yen.

Telah kutulis apa yang aku rasakan, kutulis tumpukan ingatan, kenangan itu melayang dikepala teringat jelas dan kau berujar itu " lebay ( berlebihan ) " dan aku dianggap seakan mengada-ada, aku jadi bisu aku takut dianggap berbohong, aku takut kau tak percaya, dan benar kau memang tak percaya.

Takkan pernah ada tulisan jikalau itu tidak ada dihati, semua curahan hati tergerak oleh pikiran menggambarkannya dengan kata agar menjadi kalimat.

Apakah aku harus menjadi manusia elegan dengan diamnya,menjadi manusia yang hanya mengamati, menjadi manusia yang tak harus mencoba untuk sekedar menjadi tau, menjadi pemerhati, dengan menjadi pesakitan dengan begitu aku akan tau, aku akan nampak menjiwai, rasanya itu tidak mungkin *

Atau biar dengan jiwa perasa yang kumiliki untuk lebih  memahami apa yang dirasa apa yang dipandang, mungkin akan nampak ternilai jika aku diam.

Yen, aku ingin berceloteh bersamamu, berkumpul duduk bersama, bertatap mesra mengaumkan lelucon pemecah diam, untuk berpesta tawa! aku rindu tawamu yang lepas itu, aku rindu yen.


Aku menahan amukan resah, aku menahan amukan rindu, aku mencoba tenang, seutuhnya aku rapuh meledak ledak teriris pilu menahan rindu.
Dan malam ini aku terobati dengan suaramu, makasi yen, makasi banyak yen.

Tiada yang paling merah selain cinta itu sendiri, tiada yang paling putih selain kasih itu sendiri, dan tiada yang paling hitam selain rindu itu sendiri!

Rindu itu hitam ia pekat ntah sedih ntah bahagia ia siap hadir tanpa mengenal waktu dan tempat.

Dan temuilah aku temuilah aku, tenangkan peluk aku, rendam gelisah ini, yen

Post a Comment