Dalam kaidah dan prinsip dasar ahlu sunnah wal jama’ah point ke dua disebutkan, “Semua Kabar yang benar dari sunnah rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wajib diterima dan diamalkan , sekalipun ia kabar ahad entah itu dalam aqidah atau selainnya.
Allah berfirman:

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا (١١٥)

Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.

Allah juga berfirman:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (٧)

apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. [QS; Al Hasyr:7]

Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam al minhaj, “jumhur kaum muslimin dari kalangan sahabat, tabiin, dan orang-orang setelah mereka dari kalangan ahli hadits, ahli fikih, ahli ushul semuanya berpendapat bahwa kabar ahad yang diriwayatkn oleh seorang tsiqah merupakan hujjah diantara hujjah-hujjah dalam syariat serta wajib untuk beramal dengannya”.
Ibnu Abi al Izz al Hanafii rahimahullah berkata, “hadits ahad jika ummat telah menerimanya dan beramal dengannya serta membenarkannya ini menjadikannya mencapai derajat keyakinan oleh jumhur umat ini. Tidak ada perselisihan diantara para salaful ummah sebelumnya akan hal ini. [dirasatun fi manhaj ahli sunnah wal jama’ah yang dikumpulkan oleh ustadz Muhammad Yusran Muhammad Anshar hafizhahullah:17-18].

Jika kita kembali pada sejarah penyebaran islam, dahulu rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus sahabat-sahabatnya seorang diri di berbagai wilayah untuk mendakwahkan kalimat laa ilaha illallah. Misalanya Muadz ibn Jabal di Yaman, Mush’ab ibn Umair di Madinah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah mengutus Dihya al Kalbi dengan risalahnya pada pemimpin persia hingga risalah itu dirobek-robeknya. Kisah ini diceritkan oleh al imam Bukhari dalam shahihnya pada kitab akhbaarul aahaad [kabar-kabar ahad].

Kalau menurut sebagian kelompok, hadits ahad tidak diterima dalam masalah akidah, maka tentu rasulullah tidak akan mengirim para sahabat ini seorang diri ke berbagai wilayah untuk mendakwah tauhid.
Kalau dalam akidah tidak boleh, tentu Allah azza wajalla tidak akan mengutus Jibril seorang diri pada rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyampaikan wahyu. Ini tentu permasalahan akidah.
Perlu diketahui bahwasanya para ulama sangat teliti dalam menyampaikan hadits. Mereka adalah orang yang paling takut dalam meriwayatkan hadits apalagi berdusta dengan nama rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah bersabda:
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَده مِنْ النَّار . متفق عليه. 
Siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka bersiap-siaplah dia mengambil tempat duduknya di neraka. [HR: Muttafaq ‘Alaihi]
Maka tidak ada alasan bagi sebagian kelompok untuk tidak menerima hadits ahad.
sumber : http://capuim.blogspot.com/2014/03/hadits-ahad-dan-pengamlannya.html

Post a Comment